Posisi Duduk Didalam Shalat
Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan cara duduk tasyahhud
Pertama:
pendapat Imam Hanafi dan yang sepaham. Mereka berpandangan bahwa duduk
dalam shalat adalah mutlak iftirasy, baik duduk di antara dua sujud,
tasyahud awal, maupun tasyahud akhir.
Kedua:
pendapat Imam Malik, dan yang sepaham. Mereka berpandangan bahwa duduk
dalam shalat adalah tawaruk, baik pada tasyahud awal, atau akhir, maupun
di antara dua sujud.
Ketiga:
pendapat Imam Ahmad dan yang sepaham. Mereka berpandangan bahwa shalat
yang memiliki satu tasyahud dengan yang memiliki dua tasyahud dengan
yang memiliki dua tasyahud cara duduknya berbeda. Shalat yang memiliki
satu tasyahud, duduk akhirnya sama dengan cara duduk di antara dua
sujud, yakni iftirasy. Sementara bila shalatnya memiliki dua tasyahud,
maka tasyahud awal dengan cara iftirasy, sedangkan yang kedua dengan
cara tawaruk. Ini merupakan pendapat yang masyur dari Imam Ahmad.
(Fathul Bari, Ibnu Rajab al-Hambali V/164).
Keempat:
pendapat Imam Syafi’i dan yang sepaham. Mereka berpandangan bahwa duduk
yang bukan duduk akhir adalah iftirasy, sedangkan duduk yang dilakukan
pada tasyahud akhir dengan tawaruk. Tidak dibedakan antara shalat yang
memiliki dua tasyahud ataupun satu tasyahud.
Apa Alasan Mereka? Apa sebenarnya yang menjadi alasan masing-masing pihak sehingga muncul berbeda pendangan ?
Alasan Hanafi : Mereka membangun pendapatnya di atas petunjuk beberapa hadits, diantaranya yaitu:
Perkataan Aisyah, istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
”Beliau Rasulullah mengucapkan tahiyyat pada setiap dua rekaat/rekaat
kedua, saat itu beliau hamparkan kaki kirinya dan menegakkan kaki
kanannya.” (Shahih Muslim no. 498).
Perkataan Wail bin Hujr ”Aku menyaksikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika duduk dalam shalat; beliau hamparkan telapak kaki kirinya dan
menegakkan telapak kaki kanannya.” (Ibnu Khuzaimah no.691, Al-Baihaqi
no.72, Ahmad no.316), Al-Thabrani no.33). Dalam riwayat Tirmidzi dengan
lafal: ”Tatkala duduk tasyahud beliau hamparkan kaki kirinya dan tangan
kirinya diletakan pada pahanya sementara itu kaki kanannya
ditegakkannya.” (Sunan Tirmidzi no.292).
Hadit-hadits tersebut, dan hadits lain yan g senada, menunjukkan disebutkannya duduk iftirasy baik waktu tasyahud maupun bukan.
Alasan Maliki : Pandangan ini dibangun di atas hadits-hadits berikut:
Perkataan
Abdullah Ibnu Umar : ”Bahwasanya sunnah shalat (ketika duduk) adalah
engkau tegakkan telapak kaki kananmu dan melipat yang kiri!” (Shahih
al-Bukhari no.793, bersama Fatul Bari).
Perkataan Abdullah Ibnu Mas’ud : ”Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengajarkan tasyahud kepadaku dipertengahan shalat dan di
akhirnya.” Katanya lagi, ”Beliau mengucapkan (tasyahud tersebut) jika
duduk di pertengahan shalat dan di akhirnya di atas warik (bagian atas
paha/pantat)-nya yang kiri…” (Musnad Ahmad 4369)
Hadits-haduts tersebut menyebutkan adanya duduk tawaruk dalam shalat, baik di tengah maupun akhirnya.
Mereka
juga mendasarkan pada kiyas, bahwa perbuatan tersebut adalah
diulang-ulang dalam shalat, maka sesuatu yang diulang-ulang dalam shalat
mestinya mempunyai satu sifat/bentuk. Seperti halnya berdiri dan sujud.
(Syarh Muwatha, oleh Qadhi Abul Walid Sulaiman al-Naji)
Alasan Syafi’i dan Hambali
: Syafi’i berpandangan bahwa asal duduk dalam shalat adalah tawaruk.
Dikecualikan sebagaimana perkataan Muzani bahwa Syafi’i berkata, ”Duduk
pada rekaat kedua di atas kanannya.” (Al-Hawi al-Kabir hal.171).
Ibnu Rusyd mengambarkan pandangan syafi’i, ”Pada tasyahud awal mereka mengikuti madzab Hambali sementara pada tsyahud akhir mengikuti madzab Maliki.” (Bidayatul Mujtahid hal.261).
Sedang Hambali.
”Tidak boleh duduk tawaruk kecuali dalam shalat yang mempunyai dua
tasyahud, duduk tawaruk dilakukan pada tasyahud yang akhir.” (Zadul
Mustaqni’ Ahmad bin Hambal).
Sebenarnya
pandangan Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mempunyai kesamaan, di samping
perbedaan. Persamaannya bahwa dalam shalat itu ada duduk tawaruk maupun
iftirasy. Jadi hadits-hadits yang dijadikan alasan tertentu di muka,
baik yang disodorkan Hanafi dan Maliki, penggunaannya digunakan oleh
keduanya. Perbedaannya ketika menyikapi duduk akhir antara shalat yang
memiliki satu tashahud dengan shalat yang memiliki dua tasyahud.
Jadi
keduanya membangun pandangannya pada alasan sahih yang juga digunakan
oleh dua imam sebelumnya. Hanya saja ada tambahan hadits sahih lainnya.
Hadits dari Muhammad bin Amr bin Ath’. Ia pernah duduk bersama sepuluh orang sahabat. Kami mempinjangkan shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Tiba-tiba Abu Humaid al-Sa’idi berkata, ”Dibanding kalian aku lebih hafal tentang shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
. Aku pernah melihat beliau apabila bertakbir dijadikannya kedua
tangannya berhadapan dengan kedua pundaknya. Apabila rukuk, beliau
letakkan kedua tangannya di kedua lututnya, kemudian beliau meluruskan
punggungnya. Bila mengangkat kepalanya (dari ruku), beliau berdiri lurus
(i’tidal) sehingga kembali setiap tulang belakang ke tempatnya.
Kemudian apabila sujud, beliau letakkan kedua tangannya tanpa
menghamparkan maupun menggenggam, sementara ujung-ujung jarinya kedua
kakinya dihadapkan ke kiblat. Apabila duduk pada dua rekaat (rekaat kedua),
beliau duduk di atas (hamparan) kaki kirinya dengan menegakkan kaki
kanannya (duduk iftirasy). Sementara apabila duduk pada rekaat akhir,
beliau majukan kaki kirinya dengan menegakkan kaki kanannya dan beliau
duduk di tempatnya (di lantai alias duduk tawaruk).” (Shahih al-Bukhari
no.828).
Hadits tersebut ada yang menggunakan lafal lain :
Dalam
riwayat Abdul Fadhi Abdul Hamid bin Ja’far al-Anshari al-Ausi
disebutkan, ”Hingga pada saat sajdah yang diikuti dengan salam”.
Sementara
pada riwayat Ibnu Hibban, ”(Pada rekaat) yang menjadi penutup shalat
beliau mengeluarkan kaki kiri dan duduk dengan tawaruk pada sisi
kirinya.” (Fathul Bari II/360).
Sementara
itu dalam Shahih Ibni Khuzaimah (I/587). Sunan al-Tirmidzi no.304, dan
Musnad Ahmad no.23088 hadits tersebut dicatat dengan redaksi : “Hingga
rekaat yang padanya selesailah shalat.”
Lain lagi dalam Sunan al-Nasai no.1262, “Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika pada dua rekaat yang padanya berakhirlah shalat.”
sumber : http://ibnuramadan.wordpress.com/2009/03/05/duduk-didalam-shalat-tawaruk-atau-iftirasy/
0 komentar:
Posting Komentar