Melanjutkan artikel kami tentang posisi duduk Tasyahud Pada Raka'at Kedua, berikut ini kami tambahkan pembahasan hadits tentang Duduk Tawaruk dari sumber http://al-atsariyyah.com.
Wallahu a'lam
Tanya:
Assalamu ‘alaikum wwb.
Ustadz ‘afwan ana mau tanya dalil yang menerangkan shlat yang dua roka’at dengan duduk iftirosy ?
A. Fakhri [mamat.rahmat57@yahoo.coom]
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Ya benar, ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa pada shalat yang
dua rakaat, duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy yaitu kaki kanan
ditegakkan dan duduk di atas kaki kiri. Di antaranya adalah hadits
Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu anhu dia berkata:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا
جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ اْليُسْرَى ، وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Adalah Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – jika duduk pada
dua raka’at, beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang
kanan.”
(HR. Ibnu Hibban: 5/370/no.1943, sebagaimana dalam Al-Ihsan)
Semakna dengannya hadits Wail bin Hujr riwayat An-Nasai no. 1158 dengan sanad yang shahih.
Hanya saja, hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai dalil bahwa
semua shalat yang 2 rakaat, maka duduk tasyahudnya adalah iftirasy. Hal
itu dikarenakan 2 alasan:
1. Menjadikan angka yang tersebut pada hadits di atas (yaitu angka 2)
untuk menunjukkan suatu hukum (mafhum al-adad) adalah metode berdalil
yang lemah di kalangan ushuliyin. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam
Fath Al-Bari (3/146), “Yang benarnya, makna yang ditunjukkan oleh suatu
angka/bilangan bukanlah makna yang meyakinkan, namun hanya bersifat
kemungkinan.”
Maksudnya, penyebutan angka 2 di sini tidak bisa dipahami bahwa shalat
yang dua rakaat harus diakhiri dengan duduk iftirasy, karena adanya
kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan rakaat kedua dalam hadits
tersebut adalah rakaat kedua dari shalat yang 4 rakaat.
Dan ada sebuah kaidah di kalangan ushuliyin yang berbunyi, “Jika pada
makna sebuah dalil terdapat lebih dari satu kemungkinan yang saling
bertentangan dan sama kuatnya, maka tidak diperbolehkan untuk berdalil
dengannya.” Maka kalimat ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin
Az-Zubair dan Wail bin Hujr di atas mengandung dua kemungkinan yang sama
kuat, yaitu: Dua rakaat pada shalat yang dua rakaat dan dua rakaat pada
shalat yang empat rakaat. Karenanya tidak bisa berdalil dengannya.
2. Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa kalimat ‘dua rakaat’ dalam
hadits di atas masih bersifat mutlak atau masih bersifat mujmal. Dan ada
riwayat lain yang mengikat dan merinci kalimat tersebut, bahwa yang
dimaksud dengannya adalah dua rakaat pada shalat yang empat rakaat,
bukan pada shalat yang dua rakaat. Di antara riwayat tersebut adalah
hadits Rifa’ah bin Rafi radhiallahu anhu secara marfu’:
فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ فَاطْمَئِنَّ وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ
“Maka jika engkau duduk di pertengahan shalat (rakaat kedua), maka
thuma’ninahlah, dan hamparkan paha kirimu (duduk iftirasy), lalu
lakukanlah tasyahhud.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani. Lihat kitab: Ashlu Shifah Ash-Shalaah, Al-Albani: 3/831-832)
Dan juga hadits Abu Humaid As-Saidi radhiallahu anhu dia berkata:
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ
الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ
قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى
مَقْعَدَتِهِ.
”Jika beliau duduk pada raka’at kedua, maka beliau duduk di atas
kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy). Dan jika beliau
duduk pada raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan
menegakkan kaki yang lain, dan duduk di atas tanah (duduk tawarruk).”
(HR. Al-Bukhari: 2/828)
Maka perhatikan lafazh فِي الرَّكْعَتَيْنِ dalam hadits Abdullah bin
Az-Zubair dengan hadits Abu Humaid di atas, niscaya kita bisa mengetahui
kalau yang dimaksud dengan ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin
Az-Zubair adalah rakaat kedua dari 4 rakaat, bukan shalat yang dua
rakaat. Wallahu a’lam.
Jadi kesimpulannya, hadits Abdullah bin Az-Zubair dan Wail bin Hujr
di atas tidak menunjukkan bahwa semua shalat yang dua rakaat maka duduk
tasyahudnya adalah duduk iftirasy.
Sekarang masalahnya, bagaimana cara duduk pada duduk tasyahud akhir
pada shalat yang 2 rakaat -seperti shalat subuh dan shalat-shalat
sunnah-?
Jawab:
Lahiriah hadits Abu Humaid di atas menunjukkan bahwa semua duduk tahiyat
akhir -yaitu duduk tahiyat yang setelahnya salam- adalah duduk
tawarruk, baik dia shalat yang 4 rakaat, 3 rakaat, 2 rakaat, atau 1
rakaat. Hal ini juga ditunjukkan dalam riwayat-riwayat lain hadits Abu
Humaid ini, di antaranya:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ
”Jika pada raka’at yang terdapat padanya salam”, yakni beliau tawarruk. Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath.
Dalam riwayat Ibnu Hibban:
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
”(Raka’at) yang menjadi penutup shalat, maka beliau mengeluarkan
kaki kiri (di bawah kaki kanan) dan duduk dengan tawarruk (panggul) di
atas sisi kirinya.”
Dalam riwayat Ibnu Al-Jarud no. 192:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ اْلقَعْدَةُ الَّتِي فِيْهَا اْلتَسْلِيْمُ
أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَجَلَسَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ
اْلأَيْسَر
“Sehingga pada duduk yang padanya terdapat salam, maka beliau
mengeluarkan kaki kirinya dan duduk dengan tawarruk (panggul) di atas
sisi kirinya.”
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi no. 304 dan Ahmad: 5/424:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيْهَا الصَّلاَةُ
“Sehingga pada raka’at yang shalat berakhir padanya.”
Maka semua lafazh ini tegas menunjukkan bahwa cara duduk pada duduk
tasyahud yang setelahnya salam atau tasyahud akhir adalah tawarruk, baik
dia 1 rakaat, 2 rakaat, 3 rakaat, maupun 4 rakaat.
Inilah pendapat yang kami pilih dan inilah pendapat yang paling tepat
insya Allah. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i beserta semua
murid-murid beliau, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam
Ibnu Hazm rahimahullah.
Jumat, 30 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar