Masjid Al Qadri Darunnajah

Jalan Darunnajah Desa Baning Kota Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012

Alhamdulillah Pelaksanaan Tahun ini Masjid Dapat Melaksanakan Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012 dengan lancar dan khusyu.

Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012

Shalat Idul Adha Dihadiri Jama'ah Sekitar Masjid Al Qadri Darunnajah

Penyembelihan Hewan Qurban

Pembagian Hewan Qurban yang dilakukan oleh Ketua Pengurus Masjid Al Qadri Darunnajah Bapak Subandi yang akan disalurkan kepada kaum muslim dan muslimat yang membutuhkan.

Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Qurban

Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Qurban yang dilaksanakan pada hari sabtu, 27 Oktober 2012 oleh Pengurus MasjidAl Qadri serta Jama'ah Masjid.

Jumat, 30 November 2012

Hadits Tentang Duduk Tawaruk Pada Shalat Dua Raka'at

Melanjutkan artikel kami tentang posisi duduk Tasyahud Pada Raka'at Kedua, berikut ini kami tambahkan pembahasan hadits tentang Duduk Tawaruk dari sumber http://al-atsariyyah.com.
Wallahu a'lam

Tanya:
Assalamu ‘alaikum wwb.
Ustadz ‘afwan ana mau tanya dalil yang menerangkan shlat yang dua roka’at dengan duduk iftirosy ?
A. Fakhri [mamat.rahmat57@yahoo.coom]
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Ya benar, ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa pada shalat yang dua rakaat, duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy yaitu kaki kanan ditegakkan dan duduk di atas kaki kiri. Di antaranya adalah hadits Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu anhu dia berkata:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ اْليُسْرَى ، وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Adalah Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – jika duduk pada dua raka’at, beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang kanan.”
(HR. Ibnu Hibban: 5/370/no.1943, sebagaimana dalam Al-Ihsan)
Semakna dengannya hadits Wail bin Hujr riwayat An-Nasai no. 1158 dengan sanad yang shahih.
Hanya saja, hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai dalil bahwa semua shalat yang 2 rakaat, maka duduk tasyahudnya adalah iftirasy. Hal itu dikarenakan 2 alasan:
1.    Menjadikan angka yang tersebut pada hadits di atas (yaitu angka 2) untuk menunjukkan suatu hukum (mafhum al-adad) adalah metode berdalil yang lemah di kalangan ushuliyin. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath Al-Bari (3/146), “Yang benarnya, makna yang ditunjukkan oleh suatu angka/bilangan bukanlah makna yang meyakinkan, namun hanya bersifat kemungkinan.”
Maksudnya, penyebutan angka 2 di sini tidak bisa dipahami bahwa shalat yang dua rakaat harus diakhiri dengan duduk iftirasy, karena adanya kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan rakaat kedua dalam hadits tersebut adalah rakaat kedua dari shalat yang 4 rakaat.
Dan ada sebuah kaidah di kalangan ushuliyin yang berbunyi, “Jika pada makna sebuah dalil terdapat lebih dari satu kemungkinan yang saling bertentangan dan sama kuatnya, maka tidak diperbolehkan untuk berdalil dengannya.” Maka kalimat ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair dan Wail bin Hujr di atas mengandung dua kemungkinan yang sama kuat, yaitu: Dua rakaat pada shalat yang dua rakaat dan dua rakaat pada shalat yang empat rakaat. Karenanya tidak bisa berdalil dengannya.
2.    Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa kalimat ‘dua rakaat’ dalam hadits di atas masih bersifat mutlak atau masih bersifat mujmal. Dan ada riwayat lain yang mengikat dan merinci kalimat tersebut, bahwa yang dimaksud dengannya adalah dua rakaat pada shalat yang empat rakaat, bukan pada shalat yang dua rakaat. Di antara riwayat tersebut adalah hadits Rifa’ah bin Rafi radhiallahu anhu secara marfu’:
فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ فَاطْمَئِنَّ وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ
“Maka jika engkau duduk di pertengahan shalat (rakaat kedua), maka thuma’ninahlah, dan hamparkan paha kirimu (duduk iftirasy), lalu lakukanlah tasyahhud.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani. Lihat kitab: Ashlu Shifah Ash-Shalaah, Al-Albani: 3/831-832)
Dan juga hadits Abu Humaid As-Saidi radhiallahu anhu dia berkata:
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ.
”Jika beliau duduk pada raka’at kedua, maka beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy). Dan jika beliau duduk pada raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, dan duduk di atas tanah (duduk tawarruk).”
(HR. Al-Bukhari: 2/828)
Maka perhatikan lafazh فِي الرَّكْعَتَيْنِ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair dengan hadits Abu Humaid di atas, niscaya kita bisa mengetahui kalau yang dimaksud dengan ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair adalah rakaat kedua dari 4 rakaat, bukan shalat yang dua rakaat. Wallahu a’lam.
Jadi kesimpulannya, hadits Abdullah bin Az-Zubair dan Wail bin Hujr di atas tidak menunjukkan bahwa semua shalat yang dua rakaat maka duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy.
Sekarang masalahnya, bagaimana cara duduk pada duduk tasyahud akhir pada shalat yang 2 rakaat -seperti shalat subuh dan shalat-shalat sunnah-?
Jawab:
Lahiriah hadits Abu Humaid di atas menunjukkan bahwa semua duduk tahiyat akhir -yaitu duduk tahiyat yang setelahnya salam- adalah duduk tawarruk, baik dia shalat yang 4 rakaat, 3 rakaat, 2 rakaat, atau 1 rakaat. Hal ini juga ditunjukkan dalam riwayat-riwayat lain hadits Abu Humaid ini, di antaranya:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ
”Jika pada raka’at yang terdapat padanya salam”, yakni beliau tawarruk. Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath.
Dalam riwayat Ibnu Hibban:
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
”(Raka’at) yang menjadi penutup shalat, maka beliau mengeluarkan kaki kiri (di bawah kaki kanan) dan duduk dengan tawarruk (panggul) di atas sisi kirinya.”
Dalam riwayat Ibnu Al-Jarud no. 192:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ اْلقَعْدَةُ الَّتِي فِيْهَا اْلتَسْلِيْمُ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَجَلَسَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
“Sehingga pada duduk yang padanya terdapat salam, maka beliau mengeluarkan kaki kirinya dan duduk dengan tawarruk (panggul) di atas sisi kirinya.”
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi no. 304 dan Ahmad: 5/424:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيْهَا الصَّلاَةُ
“Sehingga pada raka’at yang shalat berakhir padanya.”
Maka semua lafazh ini tegas menunjukkan bahwa cara duduk pada duduk tasyahud yang setelahnya salam atau tasyahud akhir adalah tawarruk, baik dia 1 rakaat, 2 rakaat, 3 rakaat, maupun 4 rakaat.
Inilah pendapat yang kami pilih dan inilah pendapat yang paling tepat insya Allah. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i beserta semua murid-murid beliau, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Hazm rahimahullah.

Senin, 26 November 2012

Obat Dari Najis?

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ 
مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan." (HR. Bukhari)

Beberapa saat yang lalu, penulis bertemu dengan salah seorang mahasiswa yang menceritakan bahwa adiknya pernah menderita  penyakit asma dan tidak sembuh-sembuh. Kemudian ibunya memberikan terapi dengan menyuruh anak perempuannya tersebut untuk meminum air kencing ibunya sendiri. Caranya air kencing ibunya tiap pagi ditaruh di gelas dicampur sedikit teh dan gula. Anak tersebut meminum ramuan air kencing, teh dan gula itu tiap pagi. Tujuh hari anak yang menderita penyakit asma tersebut meminum air kencing ibunya, dan ternyata sembuh total.
Penulis bertanya kepada mahasiswa tersebut, siapa yang memberitahu bahwa air kencing bisa menyembuhkan beberapa penyakit, termasuk penyakit asma? Dia menjawab bahwa pengobatan dengan air kencing itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa dimana dia tinggal. Percaya atau tidak percaya itulah fakta yang terjadi di lapangan, dan memang terbukti sembuh. Pertanyaannya adalah bolehkah kita sebagai orang muslim berobat dengan menggunakan air kencing manusia?  Tulisan di bawah ini menjelaskan hal tersebut :

Air Kencing Manusia Adalah Najis
Berbeda dengan air kencing binatang ternak, yang para ulama berbeda pendapat tentang statusnya, apakah suci atau najis, untuk air kencing manusia, semua ulama sepakat tentang kenajisannya.
Berkata Imam Nawawi :
فَأَمَّا بَوْلُ الْآدَمِىِّ الْكَبِيْرِ فَنَجَسٌ بِاِجْمِاعِ الْمُسْلِمِيْنَ
 “Adapun air kencing orang dewasa adalah najis menurut kesepakatan para ulama.“ [1]

Hal itu berdasarkan dalil-dalil di bawah ini :
Pertama : Firman Allah subhanau wata’ala :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
          “Dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk .“  (Qs. al-A’raf : 157)

Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan di dalam Islam, sedang menurut Imam Syafi’I bahwa segala sesuatu yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan untuk dimakan dan segala sesuatu yang jijik.[2]  Dari kedua pendapat ulama tersebut, maka air kencing termasuk sesuatu yang najis.  

Kedua : hadist Ibnu Abbas : 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ
 وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok) setelah kencing akan diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Ketiga : hadist orang Badui yang kencing di masjid :

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
 Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan." (HR. Bukhari)
Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyiram bekas air kencing dengan air, menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Keempat :  Hadist Anas bin Malik :

عَنْ أَنس قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ ؛ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَه
Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu dari air kencing (yang tidak dibersihkan)“ (HR. Daruquthni) [3] 

II. Hukum Berobat Dengan Kencing Manusia
Setelah kita mengetahui bahwa air kencing manusia adalah najis berdasarkan dalil-dalil di atas, maka hukum berobat dengan air kencing manusia sama dengan hukum berobat dengan barang najis, boleh atau tidak? Para ulama berbeda pendapat :

Pendapat Pertama : Berobat dengan barang najis, termasuk di dalamnya air kencing manusia haram. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. [4]
Dalil-dalilnya sebagai berikut :

 Pertama : Hadist Abu Darda’ , bahwasanya Rosulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda :

إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. “ (HR. Abu Daud)

Kedua : Hadist Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
Rosulullah saw melarang untuk berobat dengan barang yang haram ". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Ketiga :  Atsar Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
 “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kamu di dalam sesuatu yang diharamkan.” (HR. Bukhari)

Pendapat Kedua : Dibolehkan berobat dengan kencing manusia, jika hal itu memang bisa menyembuhkan dan tidak ada obat mubah yang lainnya, serta dianjurkan oleh dokter muslim. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyah[5], dan sebagian ulama Syafi’iyah. [6]
Berkata : Ibnu Nujaim al-Hanafi  :

وَهَذَا لِأَنَّ الْحُرْمَةُ سَاقِطَةٌ عِنْدَ الِاسْتِشْفَاءِ أَلَا تَرَى أَنَّ الْعَطْشَانَ يَجُوزُ له شُرْبُ الْخَمْرِ وَالْجَائِعُ يَحِلُّ له أَكْلُ الْمَيْتَةِ
“Dan ini, karena keharaman menjadi gugur ketika seseorang berobat (dalam keadaan darurat),  bukankah orang yang sangat haus dibolehkan minum khomr dan orang yang kelaparan dibolehkan untuk makan bangkai (dalam keadaan darurat). “  [7]

Ibnu Rusydi di dalam kitab al Bayan wa at Tahshil memberikan rincian, jika air kencing itu diminum, maka hal itu tidak dibolehkan, karena najis, tetapi jika dipakai untuk mengobati luka atau sakit luar (untuk obat luar), maka dibolehkan. Beliau juga mengatakan bahwa hukum berobat dengan air kencing ini lebih ringan daripada berobat dengan khomr, karena Allah menyebutkan di dalam Al Qur’an secara tegas dan jelas agar kita menjauhi khomr. Adapun kencing tidak disebutkan di dalam Al Qur’an, jadi hukumnya lebih ringan. [8]

Berkata Imam Nawawi :

وَأَمَّا التَّدَاوِى بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرَ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيْهِ جَمِيْعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرَ المُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوْصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ
          “Adapun berobat dengan sesuatu yang najis selain khomr, maka hal itu dibolehkan, dan berlaku bagi semua yang najis yang tidak memabukkan. Ini adalah pendapat yang dipilih madzhab (syafi’I) dan sudah tertulis serta diyakini oleh mayoritas (ulama syafi’iyah). “ [9]   
Imam Mawardi menjelaskan bahwa jika seseorang kehausan dan takut mati, tidak mendapatkan apa-apa kecuali air najis atau kencing, maka dibolehkan baginya untuk meminumnya, tetapi minum air najis lebih ringan dibanding minum air kencing, karena najisnya air itu berasal dari luar, sedangkan najisnya kencing, berasal dari dalam kencing itu sendiri( najis lidzatihi ) . Oleh karena itu dibolehkan juga berobat dengan air kencing, jika tidak ada obat yang suci. [10]

          Adapun dalil-dalil yang diungkapkan ulama Syafi’iyah adalah sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah swt :
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“ Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Qs Al Baqarah : 173 )

Kedua :  hadist ‘Urayinin,  

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." ( HR Bukhari dan Muslim )

Ketiga : bahwa berobat itu dalam keadaan darurat, maka hukum berobat dengan air kencing manusia seperti hukum orang yang terpaksa makan bangkai, sehingga dibolehkan.
Keempat : bahwa makan racun hukum haram, tetapi berobat dengan racun sudah menjadi kebiasaan masyarakat, artinya obat yang diminum oleh masyarakat sebenarnya adalah racun, tetapi masyarakat biasa-biasa saja, tidak ada ulama yang mengingkarinya. Makanya, kalau minum obat banyak-banyak dan over dosis bisa menyebabkan kematian. Kalau berobat dengan racun ini saja boleh, tentunya dengan air kencingpun dibolehkan. [11] 

Kelima :  Kaidah Fiqh yang berbunyi:
الحَاجَةُ تُنزلُ مَنزلة الضّرُورَة
“ Kebutuhan itu dianggap sebagai sesuatu yang darurat “ [12]
  1. Dalam kasus berobat dengan air kencing manusia, barangkali dia sudah berobat kemana-mana tapi belum juga sembuh, jika berobat dengan air kencing manusia ini bisa dijadikan alternatif, maka hal itu dibolehkan.   
Kesimpulan :
           Setelah menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang hukum berobat dengan kencing manusia, kita mengetahui bahwa hal tersebut masih dalam katagori masalah khilafiyah. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim diharapkan tidak menggampangkan masalah seperti ini, kalau tidak benar-benar dalam keadaan darurat, maka lebih baik, tidak berobat dengan air kencing. Kita harus yakin bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah, maka carilah obat yang halal dan baik, Insya Allah, kesembuhan itu akan datang.





[1]  Nawawi, Al Majmu : 2/ 548
[2] Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Qur’an : 7/191
[3] Imam Daruquthni mengatakan bahwa yang benar dari  hadist ini adalah Mursal, tetapi dalam riwayat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas sanadnya shohih ( Ibnu Hajar, at-Talkhis : 1/ 160, Abu Bakar Dinwari, al Mujalasah wa jawahir al Ilmi,  1/ 323 )
[4] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170, Nawawi, al Majmu’, 9/ 41 
[5]  Ibnu Abidin, Raddu al Muhtar, Beirut, Dar al Fikr, 2000 :  5/ 228
[6] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170, Nawawi, al Majmu’, 9/ 41 
[7] Ibnu Nujaim, al Bahru ar Raiq, Beirut, Dar al Ma’rifah  :  1/ 42 
[8] Ibnu Rusydi, al Bayan wa at Tahshil, Beirut, Dar al Gharb, 1988, cet-2 :  18/428  
[9]  Nawawi, al Majmu’, 9/ 54
[10] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170.
[11] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 171
[12] Abdul Aziz Muhammad Azzam, al-Qawa’id al-Fiqhiyah, Kairo, Dar al-Hadist, 2005, hlm 164


sumber : http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/356/hukum-berobat-dengan-air-kencing-manusia/

Selasa, 20 November 2012

Banjir Durian Di Sintang

Foto Pedagang Buah Durian Di Pasar Inpres Sintang



Durian, buah yang digemari oleh hampir setiap orang ini tengah membanjiri Kabupaten Sintang. Durian yang memiliki rasa khas ini selalu dinanti setiap datang musimnya sekitar akhir tahun. Khusus di Kabupaten Sintang, buah berduri satu ini termasuk buah yang berkembang secara alami, bukan di budidayakan secara khusus.

Di Kabupaten Sintang, durian ini banyak didatangkan dari daerah pelosok kota, dengan harga yang bervariasi, saat ini perbuah dijual dengan kisaran Rp. 10.000,- bahkan jika dalam jumlah banyak dapat potongan harga hingga Rp. 5.000 - 7.000,- perbuah.

Foto Pembeli Sedang Memilih Buah Durian

Rabu, 14 November 2012

1 Muharram 1434 H/2012





Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Pengurus Masjid Al Qadri Darunnajah Sintang Kalimantan Barat, Mengucapkan Selamat  Tahun Baru Islam 1 Muharram 1434 Hijriyah, kita jadikan tahun ini sebagai momentum kebangkitan iman, iman yang terpuruk bahkan hilang dari hati umat muslim.

Dari sini lah kita perbaiki jika ingin kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa bahkan bernegara kita lebih baik. bangsa ini bangsa yang memiliki umat muslim terbanyak didunia, namun hanya kuantitas bukan kualitas iman muslim yang terbanyak. berhenti dengan berbangga diri  atas kuantitas, kita harus bangkit.

Bangkitkan bangsa ini dari krisis moral, krisis kesejahteran, krisis keadilan, krisis kepercayaan dan masih banyak lagi krisis yang lain yang sudah mengakar didalam keseharian kita. bangkitkan dengan iman yang teguh, akhlak mulia serta budi pekerti yang luhur.

Salam Maal Hijrah.

Minggu, 11 November 2012

Madu Terbaik Se-Asia Tenggara


Tak kalah dengan daerah lain di nusantara ini, Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Kapuas Hulu memiliki hasil alam yang patut dibanggakan. Madu adalah hasil alam yang sudah dikenal oleh warga setempat bahkan internasional, karena memiliki kualitas terbaik se-asia tenggara dan menempati urutan pertama bahkan urutan kedua setelah India di asia.

Madu asli kapuas hulu ini menjadi buah tangan bagi para wisatawan lokal maupun internasional yang datang ke kabupaten kapuas hulu dengan harga berkisar Rp. 130.000 / liter.

Madu Asli ini biasa didapat oleh para pencari lebah dengan mengambil langsung dari hutan dan sarang lebah tersebut letaknya pada dahan pohon yang cukup tinggi. madu ini juga langsung mereka kemas di wadah sederhana dengan cara yang masih tradisional.

Madu Yaman Terbaik Di Dunia







Madu Yaman adalah madu terbaik didunia dan sudah diakui kualitasnya. Madu Yaman memiliki banyak sekali jenis, tergantung pada musim. Karena bunga bervariasi, tergantung pada musim. Madu Yaman yang terbaik adalah madu dari Wadi Daw’an dan Wadi Jirdan. Wadi Daw’an, daerah di sekitar Hadramaut, merupakan daerah penghasil madu yang paling banyak dicari oleh konsumen. Di antara madu yaman yang terbaik adalah yang diambil dari lebah penghisap pohon Sidr atau bidara, pohon obat yang disebutkan di dalam AlQuran (surat Saba’: 15-16).
Bagi masyarakat Yaman, madu merupakan bawang merah karena menunjukkan status sosial. Madu Yaman dianggap penting utnuk kekuatan tubuh dan kesuburan sehingga sering dijadikan hantaran untuk pasangan yang baru menikah dan untuk anak-anak yang baru saja disunat. Madu oleh orang Yaman juga sering disajikan dalam bentuk hantaran menyambut tamu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Mamary (2002), madu Yaman memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi dari pada madu yang dihasilkan dari negara lain. Selain kandungan antioksidan yang lebih tinggi, madu Yaman juga memiliki khasiat sebagai antibakteri, pembangkit gairah seks, mengatasi gangguan pada : hati, lambung, infeksi saluran pernafasan, penyakit akibat akibat kurang gizi, gangguan pencernaan, sembelit, panyakit pada mata, meningkatkan immunitas, luka akibat infeksi, bakar serta luka akibat operasi. Penelitian yang dilakukan oleh grup dari University of Ottawa menunjukkan bahwa madu Yaman mampu membunuh biofilm, bakteri yang terkenal tahan terhadap antinikroba yang paling kuat sekalipun.

Khasiat Madu

Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT pasti tak ada yang sia-sia. Di antara ciptaan Sang Khalik yang istimewa adalah lebah.  Serangga yang satu ini menempati posisi penting dibanding serangga lainnya. Tak heran jika lebah dijadikan salah satu nama surah dalam Alquran.

Surat ke-16 dalam Alquran adalah An-Nahl yang berarti lebah.  Secara khusus, surat  Makkiyah tersebut dinamakan An-Nahl atau lebah, karena pada ayat ke-68 terdafat firman Allah SWT yang berbunyi, ''Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.''

Lebah memang spesial. Ia merupakan makhluk Allah SWT yang banyak memberi manfaat dan kenikmatan kepada manusia. Dalam penjelasan surah An-Nahl yang tercantum dalam Alquran dan Terjemahannya disebutkan bahwa ada persamaan antara madu yang dihasilkan oleh lebah dengan Alquranul Karim.

Apa persamaannya? Simak ayat berikut: ''... Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.'' (QS An Nahl:69).

Madu berasal dari sari bunga dan menjadi obat bagi bermacam-macam penyakit manusia. Sedangkan Alquran mengandung inti sari dari kitab-kitab yang telah diturunkan kepada nabi-nabi zaman dahulu ditambah dengan ajaran-ajaran yang diperlukan oleh semua bangsa  sepanjang masa untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kemukjizatan madu sebagaimana disampaikan Alquran telah terbukti secara ilmiah. Dalam Tafsir Alquran, Sayyid Quthb mengungkapkan, madu sebagai obat penyembuh penyakit sudah dibuktikan secara ilmiah oleh para pakar kedokteran. Inilah salah satu bukti kebenaran ayat Alquran yang harus diyakni umat manusia.

Sedangkan dalam Tafsir Alquran Ibnu Katsir diterangkan bahwa madu lebah itu warnanya bermacam-macam sesuai dengan makanannya. Ada yang berwarna putih, kuning, maupun merah. Selain itu, menurut Ibnu Katsir, madu cocok bagi setiap orang, misalnya untuk mengobati dingin, karena madu itu panas.

Di dunia Islam, penggunaan madu sebagi obat sudah diterapkan sejak zaman Nabi Muhammad  SAW. Pada saat itu, madu digunakan  untuk mengobati penyakit diare. Lem lebah yang berasal dari madu juga sangat berkhasiat untuk mengobati berbagai macam penyakit.

Kajian khasiat madu secara ilmiah juga telah diteliti oleh ilmuwan Muslim terkemuka di era keemasan Islam, yakni Ibnu Sina (890-1037). Bapak kedokteran dunia dan pemikir Muslim agung di abad ke-10 M itu tercatata sebagai dokter  yang mengulas mengenai khasiat madu dari segi kesehatan dan dunia kedokteran.
Selama hidupnya Ibnu Sina banyak mengkonsumsi madu sehingga awet muda dan berumur panjang. Madu, menurut Ibnu Sina, dapat menyembuhkan berbagai penyakit dari yang ringan sampai yang berat, seperti tekanan darah tinggi dan jantung. Madu juga dapat menurunkan suhu badan serta mengatur sekresi, sehingga dapat menghilangkan penyakit demam.

Ibnu Sina  juga telah meneliti khasiat madu untuk perawatan kecantikan tubuh. Menurut Ibnu Sina,  madu dan minyak zaitun mampu menjadi obat mujarab yang digunakan sebagai kosmetika yang memiliki  beragam khasiat.

Madu dan minyak zaitun, papar Ibnu Sina,  bisa mengencangkan kulit muka dan seluruh kulit badan. Kedua bahan alami yang mendapat perhatian khusus dalam Alquran itu mampu menghilangkan flek-flek hitam dan jamur kulit.  Selain itu, madu dan minyak zaitun juga bisa menghaluskan kulit dan mengurangi reutan pada wajah.

Yang tak kalah menariknya, Ibnu Sina pun telah menemukan fakta bahwa minyak zaitun dan  madu mampu menghilangkan bau badan yang tak sedap, serta bisa memberikan vitamin pada kulit dan melembabkannya. Selain untuk kosmetik, madu juga bisa digunakan untuk bearagam kegunaan lainnya. Mulai dari makanan, obat-obatan sampai bahan untuk alat-alat kecantikan.

Sejatinya, manfaat madu telah dirasakan peradaban manusia sejak dahulu kala.  Orang Mesir Kuno telah mengonsumsinya. Penduduk Mesir Kuno sudah terbiasa memanfaatkan madu sebagai makanan bergizi tinggi serta  obat  berbagai macam penyakit yang mujarab. Meski begitu, peradaban kuno belum mampu menjelaskannya secara ilmiah.

Adalah Ibnu Sina  seorang dokter legendaris sepanjang masa – yang telah berhasil  membuktikan kebenaran khasiat madu tersebut, dalam usia tua.  Konon, Ibnu Sina masih tetap kelihatan sehat dan segar bugar layaknya seorang pemuda, karena terbiasa mengonsumsi madu.

Hasil penelitian terakhir yang dikeluarkan dari Universitas Moskow, menyatakan madu ternyata juga mengandung logam alumunium, boron, krom, tembaga, timbal, titanium, seng, asam organik, asetilkolin, hormon, antibiotik, zat antiracun serta zat antikanker.

Zat-zat ini sangat penting untuk memperlancar proses biokimia tubuh dan proses penyembuhan aneka penyakit. Sementara kandungan enzim dalam madu dilaporkan paling tinggi jika dibandingkan dengan mahanan lainnya.

Penelitian ini juga menyebutkan madu diyakini dapat menyembuhkan tukak lambung (maag), radang usus, serta kesulitan buang air besar (sembelit). Jadi sangat baik memang untuk mengkonsumsi madu dalam keseharian kita.

Dalam Alquran, madu pun menjadi simbol kenikmatan surga  balasan bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa. ''(Apakah) perumpamaan (penghuni) jannah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamar yang lezat rasanya bagi peminumnya dan sungai-sungai dari madu yang disaring; dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka, sama dengan orang yang kekal dalam jahannam dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong ususnya?'' (QS:MUHAMMAD: 15).

Khasiat Madu dalam Kajian Medis:


* Mengobati sakit kulit

Madu berkhasiat  mengobati sakit kulit seperti borok dan bisul. Cara pengobatannya pun terbilang mudah.  Madu yang cair dipanaskan sehingga menjadi adonan lunak menjadi lem lebah. Setelah itu, lem lebah dilipat dan diletakkan di atas kulit yang terluka kemudian dibalut dengan kain tipis. Sehingga kulit yang terluka itu menjadi kering dan berjatuhan.

Dalam ensiklopedia //Kemukjizatan Penciptaan Hewan// karya DR Magdy Shehab diungkapkan, pada 1965 Moltarnog berhasil mengobati orang-orang yang terkena radang kulit dengan menggunakan campuran cairan alkohol bersuhu 85 derajat dengan lem lebah.

Selain itu, G Mikhmediarof juga berhasil menyembuhkan pasiennya yang terkena radang kulit syaraf atau eksim kronis dengan obat gosok lem lebah. Sementara itu, P Ityasof mampu mengobati luka bakar dengan lem lebah. Dengan komposisinya yang menakjubkan. Lem lebah ini sangat luar biasa khasiatnya. Lem lebah bisa membunuh kuman dan mengaktifkan zat untuk memperbanyak sel kulit.

* Mengobati sakit mulut

Seorang dokter gigi terkemuka, F Romanoff, menyatakan, bahwa lem lebah dengan kadar  dua hingga empat persen dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat sariawan maupun luka bernanah di dalam mulut. Cairan lem lebah yang dicampur dengan perasan tanaman lidah buaya juga sangat baik untuk mengobati sariawan.

Campuran lem lebah dan sari lidah buaya ini juga baik untuk mengobati luka bernanah pada selaput mulut. Untuk menyembuhkan radang di sekitar gigi, diperlukan cairan lem lebah sebanyak 20 tetes dengan campuran alkohol 15 hingga 20 persen, lalu direbus hingga mendidih.

Kemudian cairan tersebut didinginkan dalam suhu kamar selama satu sampai dua hari. Baru setelah itu, cairan tersebut digunakan untuk berkumur-kumur bagi penderita radang di sekitar gigi tersebut.

Dr Agard, seorang dokter dari Denmark telah melakukan kajian terhadap pasien-pasiennya yang terkena radang tenggorokan. Dia meminta kepada pasiennya untuk berkumur dengan madu yang telah dicairkan sebanyak dua sampai tiga kali dalam satu hari. Selain itu, penderita radang tenggorokan juga diminta untuk meminum madu. Hal ini perlu dilakukan mengingat madu bisa meningkatkan kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit.

* Mengobati penyakit wanita

Institut Kedokteran Algerm telah mempraktikkan penggunaan lem lebah untuk mengobati berbagai macam penyakit wanita seperti radang leher rahim, radang vagina, maupun luka nanah leher rahim.

Menurut Institut tersebut, wanita yang mengalami sakit radang leher rahim maupun radang vagina harus dibersihkan terlebih dulu vaginanya dari berbagai macam kotoran. Setelah bersih, kain tipis yang bersih diolesi dengan obat gosok lem lebah. Lalu kain tersebut diletakkan di tempat yang radang tersebut. Maka penyakitnya akan membaik setelah 12 jam.

* Mengobati sakit pernapasan

Seorang dokter bernama Urich telah mengobati berbagai macam penyakit pernapasan seperti penyakit paru-paru, radang hidung, pilek, maupun radang saluran pernafasan dengan menggunakan lem lebah.

Cara pengobatannya, 60 gram lem lebah dan 40 gram intisari madu diletakkan di sebuah wadah alumunium dengan kapasitas 300 hingga 400 ml. Lalu wadah yang berisi lem lebah dan intisari madu tersebut diletakkan di dalam wadah stainless berisi air mendidih.

 ada saat proses inilah, zat-zat aktif fetonsedat dalam lem lebah akan memanas dan menguap bersama air. Uap inilah yang harus dihisap oleh para penderita penyakit saluran pernafasan sebanyak dua kali sehari sampai penderita sembuh dari penyakit yang dideritanya.

* Penyakit mata

Dr Mosahrankof  berhasil mengobati penyakit mata dengan dengan menyuntikkan cairan madu sebanyak 0,3 hingga 1 persen ke dalam kantong konjungtifa (selaput pada pelupuk mata). Setelah itu, pasien yang berpenyakit mata akan mengalami penurunan rasa sakit pada matanya. Selain itu pusing yang diderita penderita penyakit mata juga berkurang hingga sembuh.

* Mengobati sakit pencernaan

Dr Gorpateno melakukan pengobatan terhadap para pasiennya yang mengalami luka di usus. Dia memberikan 50 hingga 60 tetes cairan madu satu setengah jam sebelum pasien tersebut makan sebanyak tiga kali sehari. Masa penyembuhan itu berlangusng dalam jangka waktu tiga hingga empat pekan

Pergi Haji Berkali-kali




Fatwa 1
فضيلة الشيخ: تتوق النفس للحج، ولكن نسمع كلمات من الناس لا ندري أهي صحيحة أم لا؟ يقولون: من حج فليترك المجال لغيره، مع أننا نعلم أن الله عز وجل أمرنا بالتزود، فهل هذا القول صحيح؟ وإذا كان ذهاب الإنسان للحج ربما نفع الله به عدداً كبيراً ـ سواء ممن يقدم إلى هذه البلاد أو من يصاحبهم من بلاده هو ـ فما تقولون وفقكم الله؟.
الجواب: نقول: إن هذا القول ليس بصحيح، أعني القول: بأن من حج فرضه فليترك فرصة لغيره، لأن النصوص دالة على فضيلة الحج، وقد روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة.
والإنسان العاقل يمكن أن يذهب إلى الحج ولا يؤذي ولا يتأذى إذا كان يسايس الناس، فإذا وجد مجالاً فسيحاً فعل ما يقدر عليه من الطاعة، وإذا كان المكان ضيقاً عامل نفسه وغيره بما يقتضيه هذا الضيق
Pertanyaan:
Saya sangat bersemangat untuk melakukan ibadah haji, tapi saya mendengar pernyataan dari orang-orang yang saya tidak tahu benar-tidaknya. Yaitu bahwa orang yang sudah pernah haji hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Padahal kita sama-sama mengetahui bahwa Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk mencari bekal sebanyak-banyak untuk di akhirat kelak. Apakah pernyataan mereka itu benar? Bagaimana hukumnya jika seseorang yang diberi kelebihan oleh Allah pergi haji berkali-kali? Baik orang yang datang dari luar Saudi maupun orang yang tinggal di negeri Saudi.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menjawab:
Pernyataan tersebut tidak benar. Yang saya maksudkan adalah pernyataan bahwa orang yang sudah pernah menunaikan haji yang wajib hendaknya memberi kesempatan pada yang lain. Karena nash-nash yang ada menunjukkan tentang keutamaan ibadah haji. Diriwayatkan dari NabiShallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:

تابعوا بين الحج والعمرة فإنهما ينفيان الفقر والذنوب كما ينفي الكير خبث الحديد والذهب والفضة
Sandingkanlah haji dan umrah, karena keduanya menghilangkan kefaqiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak” (HR. An Nasai no. 2631, Tirmidzi no. 810, Ahmad 1/387. Di shahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1200)
Selain itu, orang yang berakal sangat mungkin untuk pergi haji tanpa mengganggu orang lain, dan tidak akan terjadi gangguan jika diatur dengan benar. Maka jika ada kesempatan yang lapang, hendaknya melakukannya sesuai kemampuan. Namun jika memang kesempatannya sempit, maka ia atau orang yang lain dapat melakukannya dengan menerima konsekuensi dari sempitnya kesempatan itu.

Sumber: http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=129748


Fatwa 2

السؤال…:… س: ما الأفضل: أن يحج المرء نافلة؟ أو أن يتصدق بماله الذي سينفقه على الحج؟
الإجابة…:… لا شك أن الحج أفضل لما فيه من العمل البدني والمالي، ولأنه من أسباب المغفرة، وفيه التعرض لنزول الرحمة والوقوف بالمشاعر المقدسة والتذكر والتفكر والاعتبار، لكن إن كان على الإنسان مشقة بدنية بحيث يعجز عن الطواف والرمي ببدنه -كانت الصدقة على المساكين بنفقة الحج أفضل من إعطائها لمن يحج بالأجرة، فإن أكثر من يحج بالأجرة إنما يقصد المال دون العمل الصالح فيكون عمله للدنيا.
Pertanyaan:
Mana yang lebih afdhal? Seseorang berhaji nafilah (sunnah) ataukah menyedekahkan harta yang akan dipakai untuk haji?
Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz Al Jibrin menjawab:
Tidak ragu lagi, berhaji lebih afdhal karena di dalamnya ada amalan badan sekaligus amalan harta. Dan juga karena ibadah haji adalah sebab datangnya ampunan. Di dalamnya juga terdapat sebab-sebab turunnya rahmat Allah, dan sebab-sebab pertahanan diri dari kebiasaan yang rusak. Di dalamnya juga ada dzikir, tafakkur, dan perenungan hikmah.
Namun jika seseorang memiliki kesulitan fisik yang menyebabkan ia sulit thawaf atau sulit melempar jumrah, maka ketika itu bersedekah kepada orang miskin lebih utama daripada membayar orang untuk menghajikannya. Karena kebanyakan yang menghajikan orang lain itu niatnya demi mengharap harta bukan untuk beramal shalih, sehingga niat hajinya demi dunia.

Sumber: http://forsanhaq.com/showthread.php?t=186067

Fatwa 3

أما تكرار الحج فهو مستحب إذا لم يترتب عليه أضرار بدنية بسبب الزحام الشديد والأخطار المترتبة على ذلك. فإذا كان هناك أضرار فترك الحج النافلة أفضل لاسيما وهناك أعمال خيرية كثيرة ومجال واسع لمن يريد الخير من إطعام المحتاجين وإعانة المعسرين والإسهام في المشاريع الخيرية النافعة. وأيضاً لا بد من التقيد بالأنظمة التي وضعتها الدولة لمصالح الحجاج كتحديد عدد الحجاج لكل دولة. فلا تجوز مخالفة هذا النظام والحج من غير ترخيص وتعريض الإنسان نفسه للمسئولية التي قد يرتكب بسببها محظورات في الإحرام. ولا يؤدي الحج على الوجه المطلوب بسبب كثرة الزحام مما يجعله يترخص في أداء المناسك فيكون حجة ناقصاً وقد يكون غير صحيح بسبب ما يترك من المناسك أو لا يؤديه على الوجه المطلوب. ولاسيما النساء لما يتعرضن له من الخطر الشديد والمشقة الصعبة. فمن أدى فرضه فالأولى أن لا يكرر الحج في هذه الظروف الصعبة ويترك المجال لغيره ممن لم يحج. قال الله تعالى: (وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان)، وقال تعالى: (لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا)، وكما أسلفنا هناك مجالات واسعة لفعل الخير غير حج النافلة بإمكان المسلم أن يسهم فيها. وقد يكون أجرتها أعظم من حج النافلة. هذا لو كان الحج متيسراً فكيف إذا كان الحج متعسراً كما هو الحال في هذه الأزمان.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan berkata: 
“Berhaji lagi setelah haji yang wajib hukumnya mustahab (dianjurkan). Jika tidak terdapat banyak kesulitan fisik yang disebabkan padatnya jama’ah yang sangat parah. Namun jika terdapat banyak kesulitan yang demikian, maka tidak haji nafilah itu lebih utama. Lebih lagi ada banyak kegiatan sosial dan juga wadah-wadah bagi orang yang menginginkan kebaikan. Bisa berupa memberi makan orang yang membutuhkan, membantu orang yang susah, atau ikut andil pada kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat.
Selain itu juga, hendaknya memperhatikan pengaturan yang dibuat oleh pemerintah demi kemaslahatan jama’ah haji dalam hal quota per negara. Tidak boleh anda melanggar aturan ini dan  juga tidak boleh pergi haji tanpa pemimpin rombongan resmi yang nantinya akan menimbulkan banyak masalah ketika ihram. Hal-hal yang seperti ini juga menyebabkan ibadah haji yang dilakukan tidak tertunaikan poin-poin yang wajibnya. Yaitu karena padatnya orang, sehingga manasik haji diperingkas. Sehingga hajinya menjadi kurang sempurna atau terkadang menjadi tidak sah karena meninggalkan poin-poin yang wajib.
Lebih lagi kaum wanita yang berpotensi mendapatkan banyak bahaya, kesulitan dan kesusahan. Maka jika ia sudah berhaji sekali, hendaknya tidak berhaji lagi dengan adanya hambatan-hambatan tersebut. Sebaiknya ia memberi jatahnya pada orang yang belum pernah berhaji. Allah Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلا تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَان
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran‘ (QS. Al Maidah: 2)

Allah Ta’ala juga berfirman:

لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya‘ (QS. Al Baqarah: 286)
Sebagaimana sudah kami sampaikan sebelumnya. Banyak wadah-wadah untuk berbuat kebaikan selain haji nafilah yang bisa diikuti. Dan bahkan terkadang pahalanya lebih besar daripada haji nafilah. Ini jika memang berhaji itu mudah, maka bagaimana lagi jika berhaji itu sulit sebagaimana di zaman ini. ”
Sumber: http://www.alfawzan.af.org.sa/node/2304

Fatwa 4

ما رأيكم في تكرار الحج مع ما يحصل فيه من الزحام واختلاط الرجال بالنساء فهل الأفضل للمرأة ترك الحج إذا كانت قد قضت فرضها ، وربما تكون قد حجت مرتين أو أكثر؟
لاشك أن تكرار الحج فيه فضل عظيم للرجال والنساء، ولكن بالنظر إلى الزحام الكثير في هذه السنين الأخيرة بسبب تيسير المواصلات، واتساع الدنيا على الناس، وتوفر الأمن، واختلاط الرجال بالنساء في الطواف وأماكن العبادة، وعدم تحرز الكثير منهن عن أسباب الفتنة، نرى أن عدم تكرارهن الحج أفضل لهن وأسلم لدينهن وأبعد عن المضرة على المجتمع الذي قد يفتن ببعضهن، وهكذا الرجال إذا أمكن ترك الاستكثار من الحج لقصد التوسعة على الحجاج وتخفيف الزحام عنهم، فنرجو أن يكون أجره في الترك أعظم من أجره في الحج إذا كان تركه له بسبب هذا القصد الطيب، ولاسيما إذا كان حجه يترتب عليه حج أتباع له قد يحصل بحجهم ضرر كثير على بعض الحجاج ؛ لجهلهم أو عدم رفقهم وقت الطواف والرمي وغيرهما من العبادات التي يكون فيها ازدحام، والشريعة الإسلامية الكاملة مبنية على أصلين عظيمين:
أحدهما: العناية بتحصيل المصالح الإسلامية وتكميلها ورعايتها حسب الإمكان.
والثاني: العناية بدرء المفاسد كلها أو تقليلها، وأعمال المصلحين والدعاة إلى الحق وعلى رأسهم الرسل عليهم الصلاة والسلام تدور بين هذين الأصلين وعلى حسب علم العبد بشريعة الله سبحانه وأسرارها ومقاصدها وتحريه لما يرضي الله ويقرب لديه، واجتهاده في ذلك يكون توفيق الله له سبحانه وتسديده إياه في أقواله وأعماله. واسأل الله عز وجل أن يوفقنا وإياكم وسائر المسلمين لكل ما فيه رضاه وصلاح أمر الدين والدنيا إنه سميع قريب

Pertanyaan:
Apa pendapat anda tentang pergi haji lagi (setelah haji yang wajib) padahal kita tahu di sana adanya kepadatan dan ikhtilat antara wanita dan lelaki. Apakah lebih utama meninggalkan hal itu jika memang sudah berhaji yang wajib? Karena terkadang seseorang berhaji dua kali atau lebih.
Syaikh Abdul Aziz bin Baaz menjawab:
Tidak diragukan lagi, pergi berhaji lagi itu memiliki keutamaan yang besar bagi lelaki dan wanita. Namun menimbang padatnya jama’ah haji beberapa tahun ini karena semakin mudahnya perizinan, semakin lapangannya materi pada umat, juga keamanan semakin terjamin, juga menimbang banyaknya ikhtilat antara wanita dan laki-laki ketika thawaf dan di tempat-tempat ibadah, tanpa adanya kewaspadaan dari mereka, yang bisa menyebabkan terjadinya fitnah. Saya berpandangan, tidak berhaji lagi itu lebih utama dan lebih selamat serta lebih jauh dari mudharat bagi masyarakat yang kadang sebagiannya terkena fitnah.
Demikian juga bagi lelaki, jika memungkinkan sebaiknya ia tidak pergi haji lagi agar para jama’ah haji (yang wajib) lebih longgar dan kepadatan berkurang. Mudah-mudahan tidak berhaji lagi jika dengan niat yang baik ini, lebih besar pahalanya daripada berhaji lagi. Lebih lagi jika hajinya malah menimbulkan mudharat bagi jama’ah haji lain, karena kejahilan dan kurangnya sikap lemah-lembut, semisal ketika thawaf atau melempar jumrah, dan ibadah yang lain, yang menimbulkan kemacetan. Padahal syariat Islam itu syariat yang sempurna. Yang dibangun atas dua landasan agung yaitu:
  1. Memberikan perhatian serius untuk menggapai maslahah Islamiyah, menyempurnakan dan menjaganya sebisa mungkin
  2. Memberikan perhatian serius untuk mencegah seluruh kerusakan atau sebagiannya.
Amal orang-orang shalih dan para da’i yang mengajak pada kebenaran dan pada ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berporos pada dua landasan ini. Amal mereka juga menimbang pada ilmu syariah, hikmah-hikmahnya, maqashid syariah, demi menggapai apa yang diridhai oleh Allah atau mendekati itu. Ijtihad mereka dengan hal itu merupakan taufiq dari Allah Ta’ala kepadanya dalam perkataan dan perbuatan. Kami memohon kepada Allah Azza Wa Jalla agar melimpahkan hidayahnya kepada kami dan anda sekalian dan juga seluruh kaum muslimin pada apa yang Ia ridhai dan pada jalan yang benar dalam beragama serta dalam kehidupan dunia. Sesungguhnya Ia Maha Mendengar lagi dekat.
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/652

Dari artikel : Muslim.Or.Id



Senin, 05 November 2012

Shalat Idul Adha 1433 H / 2012 M