Masjid Al Qadri Darunnajah

Jalan Darunnajah Desa Baning Kota Kecamatan Sintang Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat

Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012

Alhamdulillah Pelaksanaan Tahun ini Masjid Dapat Melaksanakan Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012 dengan lancar dan khusyu.

Shalat Idul Adha 9 Dzulhijah 1433 H/2012

Shalat Idul Adha Dihadiri Jama'ah Sekitar Masjid Al Qadri Darunnajah

Penyembelihan Hewan Qurban

Pembagian Hewan Qurban yang dilakukan oleh Ketua Pengurus Masjid Al Qadri Darunnajah Bapak Subandi yang akan disalurkan kepada kaum muslim dan muslimat yang membutuhkan.

Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Qurban

Pelaksanaan Penyembelihan Hewan Qurban yang dilaksanakan pada hari sabtu, 27 Oktober 2012 oleh Pengurus MasjidAl Qadri serta Jama'ah Masjid.

Rabu, 12 Desember 2012

Renovasi Atap Masjid

Foto I Renovasi Atap

Assalamu'alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh.
Masjid Al Qadri Darunnajah kini sudah mulai dilaksanakan pengerjaan revonasinya, pengerjaan tersebut telah dimulai pada tanggal 02 Desember 2012, namun kegiatan ini dilaksanakan secara bertahap di karenakan dana yang masih terbatas.

saat ini renovasi dimulai dengan mengganti pondasi atap lama yang sudah rapuh dengan bahan kayu yang baru serta mengganti atap seng dengan atap seng metal baru, selanjutnya perbaikan akan dilanjutkan dengan merenovasi flavon Masjid apabila dana yang diperlukan sudah terkumpul yang mana masih membutuhkan biaya sekitar Rp. 40.000.000,- ( empat puluh juta rupiah ).

Foto II Renosai Atap
 dalam hal pendanaan renovasi ini kami menemukan berbagai macam hambatan, antara lain untuk mengandalkan kas masjid yang diperoleh dari infaq setiap shalat jum'at sangatlah terbatas, serta infaq langsung dari warga sekitar juga masih belum mencukupi. selain itu sejak 2005 kami sudah berusaha mencari bantuan dana kepada pihak pemerintah dan swasta, namun masih belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.

oleh karena itu melalui media informasi ini pula kami ingin menyampaikan hajat kami, apabila ada yang ingin memberikan donasinya dapat ditujukan ke rekening Masjid Al Qadri Darunnajah Kabupaten Sintang :

No. Rek. 4025234566 An. Subandi, Bank Kalbar Cabang Sintang

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Subandi : 082149156545 atau
Hendrik .S : 089694012088
email : e.alkahfi15@gmail.com atau h_satria15@yahoo.co.id
Terima Kasih Kami ucapkan untuk hamba Allah yang sudah menyisihkan sebagian rezekinya yang di infaqkan untuk meringankan beban Masjid dalam kegiatan Renovasi dan Rehabilitasi Bangunan Masjid Al Qadri Darunnajah Kabupaten Sintang, semoga Allah membalas semua amal ibadah kita dengan kebaikan dari sisi-Nya, amiin..

Foto III Renovasi Atap

Jumat, 30 November 2012

Hadits Tentang Duduk Tawaruk Pada Shalat Dua Raka'at

Melanjutkan artikel kami tentang posisi duduk Tasyahud Pada Raka'at Kedua, berikut ini kami tambahkan pembahasan hadits tentang Duduk Tawaruk dari sumber http://al-atsariyyah.com.
Wallahu a'lam

Tanya:
Assalamu ‘alaikum wwb.
Ustadz ‘afwan ana mau tanya dalil yang menerangkan shlat yang dua roka’at dengan duduk iftirosy ?
A. Fakhri [mamat.rahmat57@yahoo.coom]
Jawab:
Waalaikumussalam warahmatullah.
Ya benar, ada beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa pada shalat yang dua rakaat, duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy yaitu kaki kanan ditegakkan dan duduk di atas kaki kiri. Di antaranya adalah hadits Abdullah bin Az-Zubair radhiallahu anhu dia berkata:
كاَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ فِيْ الرَّكْعَتَيْنِ ، افْتَرَشَ اْليُسْرَى ، وَنَصَبَ اْليُمْنَى
“Adalah Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – jika duduk pada dua raka’at, beliau menghamparkan yang kiri, dan menegakkan yang kanan.”
(HR. Ibnu Hibban: 5/370/no.1943, sebagaimana dalam Al-Ihsan)
Semakna dengannya hadits Wail bin Hujr riwayat An-Nasai no. 1158 dengan sanad yang shahih.
Hanya saja, hadits di atas tidak bisa dijadikan sebagai dalil bahwa semua shalat yang 2 rakaat, maka duduk tasyahudnya adalah iftirasy. Hal itu dikarenakan 2 alasan:
1.    Menjadikan angka yang tersebut pada hadits di atas (yaitu angka 2) untuk menunjukkan suatu hukum (mafhum al-adad) adalah metode berdalil yang lemah di kalangan ushuliyin. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath Al-Bari (3/146), “Yang benarnya, makna yang ditunjukkan oleh suatu angka/bilangan bukanlah makna yang meyakinkan, namun hanya bersifat kemungkinan.”
Maksudnya, penyebutan angka 2 di sini tidak bisa dipahami bahwa shalat yang dua rakaat harus diakhiri dengan duduk iftirasy, karena adanya kemungkinan bahwa yang dimaksud dengan rakaat kedua dalam hadits tersebut adalah rakaat kedua dari shalat yang 4 rakaat.
Dan ada sebuah kaidah di kalangan ushuliyin yang berbunyi, “Jika pada makna sebuah dalil terdapat lebih dari satu kemungkinan yang saling bertentangan dan sama kuatnya, maka tidak diperbolehkan untuk berdalil dengannya.” Maka kalimat ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair dan Wail bin Hujr di atas mengandung dua kemungkinan yang sama kuat, yaitu: Dua rakaat pada shalat yang dua rakaat dan dua rakaat pada shalat yang empat rakaat. Karenanya tidak bisa berdalil dengannya.
2.    Asy-Syafi’iyah berpendapat bahwa kalimat ‘dua rakaat’ dalam hadits di atas masih bersifat mutlak atau masih bersifat mujmal. Dan ada riwayat lain yang mengikat dan merinci kalimat tersebut, bahwa yang dimaksud dengannya adalah dua rakaat pada shalat yang empat rakaat, bukan pada shalat yang dua rakaat. Di antara riwayat tersebut adalah hadits Rifa’ah bin Rafi radhiallahu anhu secara marfu’:
فَإِذَا جَلَسْتَ فِي وَسَطِ الصَّلاَةِ فَاطْمَئِنَّ وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ الْيُسْرَى ثُمَّ تَشَهَّدْ
“Maka jika engkau duduk di pertengahan shalat (rakaat kedua), maka thuma’ninahlah, dan hamparkan paha kirimu (duduk iftirasy), lalu lakukanlah tasyahhud.” (HR. Abu Dawud dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani. Lihat kitab: Ashlu Shifah Ash-Shalaah, Al-Albani: 3/831-832)
Dan juga hadits Abu Humaid As-Saidi radhiallahu anhu dia berkata:
فَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ جَلَسَ عَلَى رِجْلِهِ الْيُسْرَى وَنَصَبَ الْيُمْنَى وَإِذَا جَلَسَ فِي الرَّكْعَةِ اْلآخِرَةِ قَدَّمَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى وَنَصَبَ اْلأُخْرَى وَقَعَدَ عَلَى مَقْعَدَتِهِ.
”Jika beliau duduk pada raka’at kedua, maka beliau duduk di atas kaki kirinya dan menegakkan kaki kanan (duduk iftirasy). Dan jika beliau duduk pada raka’at terakhir, maka beliau mengedepankan kaki kirinya dan menegakkan kaki yang lain, dan duduk di atas tanah (duduk tawarruk).”
(HR. Al-Bukhari: 2/828)
Maka perhatikan lafazh فِي الرَّكْعَتَيْنِ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair dengan hadits Abu Humaid di atas, niscaya kita bisa mengetahui kalau yang dimaksud dengan ‘dua rakaat’ dalam hadits Abdullah bin Az-Zubair adalah rakaat kedua dari 4 rakaat, bukan shalat yang dua rakaat. Wallahu a’lam.
Jadi kesimpulannya, hadits Abdullah bin Az-Zubair dan Wail bin Hujr di atas tidak menunjukkan bahwa semua shalat yang dua rakaat maka duduk tasyahudnya adalah duduk iftirasy.
Sekarang masalahnya, bagaimana cara duduk pada duduk tasyahud akhir pada shalat yang 2 rakaat -seperti shalat subuh dan shalat-shalat sunnah-?
Jawab:
Lahiriah hadits Abu Humaid di atas menunjukkan bahwa semua duduk tahiyat akhir -yaitu duduk tahiyat yang setelahnya salam- adalah duduk tawarruk, baik dia shalat yang 4 rakaat, 3 rakaat, 2 rakaat, atau 1 rakaat. Hal ini juga ditunjukkan dalam riwayat-riwayat lain hadits Abu Humaid ini, di antaranya:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ السَّجْدَةُ الَّتِي يَكُوْنُ فِيْهَا التَّسْلِيْمُ
”Jika pada raka’at yang terdapat padanya salam”, yakni beliau tawarruk. Riwayat ini disebutkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath.
Dalam riwayat Ibnu Hibban:
الَّتِي تَكُوْنُ خَاتِمَةُ الصَّلاَةِ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَقَعَدَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
”(Raka’at) yang menjadi penutup shalat, maka beliau mengeluarkan kaki kiri (di bawah kaki kanan) dan duduk dengan tawarruk (panggul) di atas sisi kirinya.”
Dalam riwayat Ibnu Al-Jarud no. 192:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ اْلقَعْدَةُ الَّتِي فِيْهَا اْلتَسْلِيْمُ أَخْرَجَ رِجْلَهُ اْليُسْرَى وَجَلَسَ مُتَوَرِّكًا عَلَى شَقِّهِ اْلأَيْسَر
“Sehingga pada duduk yang padanya terdapat salam, maka beliau mengeluarkan kaki kirinya dan duduk dengan tawarruk (panggul) di atas sisi kirinya.”
Dan dalam riwayat At-Tirmidzi no. 304 dan Ahmad: 5/424:
حَتَّى إِذَا كَانَتِ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيْهَا الصَّلاَةُ
“Sehingga pada raka’at yang shalat berakhir padanya.”
Maka semua lafazh ini tegas menunjukkan bahwa cara duduk pada duduk tasyahud yang setelahnya salam atau tasyahud akhir adalah tawarruk, baik dia 1 rakaat, 2 rakaat, 3 rakaat, maupun 4 rakaat.
Inilah pendapat yang kami pilih dan inilah pendapat yang paling tepat insya Allah. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i beserta semua murid-murid beliau, dan ini adalah pendapat yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Hazm rahimahullah.

Senin, 26 November 2012

Obat Dari Najis?

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ 
مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ

Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan." (HR. Bukhari)

Beberapa saat yang lalu, penulis bertemu dengan salah seorang mahasiswa yang menceritakan bahwa adiknya pernah menderita  penyakit asma dan tidak sembuh-sembuh. Kemudian ibunya memberikan terapi dengan menyuruh anak perempuannya tersebut untuk meminum air kencing ibunya sendiri. Caranya air kencing ibunya tiap pagi ditaruh di gelas dicampur sedikit teh dan gula. Anak tersebut meminum ramuan air kencing, teh dan gula itu tiap pagi. Tujuh hari anak yang menderita penyakit asma tersebut meminum air kencing ibunya, dan ternyata sembuh total.
Penulis bertanya kepada mahasiswa tersebut, siapa yang memberitahu bahwa air kencing bisa menyembuhkan beberapa penyakit, termasuk penyakit asma? Dia menjawab bahwa pengobatan dengan air kencing itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat desa dimana dia tinggal. Percaya atau tidak percaya itulah fakta yang terjadi di lapangan, dan memang terbukti sembuh. Pertanyaannya adalah bolehkah kita sebagai orang muslim berobat dengan menggunakan air kencing manusia?  Tulisan di bawah ini menjelaskan hal tersebut :

Air Kencing Manusia Adalah Najis
Berbeda dengan air kencing binatang ternak, yang para ulama berbeda pendapat tentang statusnya, apakah suci atau najis, untuk air kencing manusia, semua ulama sepakat tentang kenajisannya.
Berkata Imam Nawawi :
فَأَمَّا بَوْلُ الْآدَمِىِّ الْكَبِيْرِ فَنَجَسٌ بِاِجْمِاعِ الْمُسْلِمِيْنَ
 “Adapun air kencing orang dewasa adalah najis menurut kesepakatan para ulama.“ [1]

Hal itu berdasarkan dalil-dalil di bawah ini :
Pertama : Firman Allah subhanau wata’ala :
وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ
          “Dan yang menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk .“  (Qs. al-A’raf : 157)

Menurut Imam Malik bahwa segala yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan di dalam Islam, sedang menurut Imam Syafi’I bahwa segala sesuatu yang buruk adalah segala sesuatu yang diharamkan untuk dimakan dan segala sesuatu yang jijik.[2]  Dari kedua pendapat ulama tersebut, maka air kencing termasuk sesuatu yang najis.  

Kedua : hadist Ibnu Abbas : 

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ
 وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Dari Ibnu 'Abbas berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lewat di dekat dua kuburan, lalu beliau bersabda: "Sesungguhnya keduanya sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Yang satu disiksa karena tidak bersuci setelah kencing, sementara yang satunya suka mengadu domba." Kemudian beliau mengambil sebatang dahan kurma yang masih basah, beliau lalu membelahnya menjadi dua bagian kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat pun bertanya, "Wahai Rasulullah, kenapa engkau melakukan ini?" beliau menjawab: "Semoga siksa keduanya diringankan selama batang pohon ini basah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak bersuci (cebok) setelah kencing akan diadzab di dalam kuburan, hal ini menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Ketiga : hadist orang Badui yang kencing di masjid :

عن أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَامَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ فَقَالَ لَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَهَرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلًا مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مُيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ
 Abu Hurairah berkata, "Seorang Arab badui berdiri dan kencing di Masjid, lalu orang-orang ingin mengusirnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda kepada mereka: "Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan setimba air, atau dengan seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk membuat kesulitan." (HR. Bukhari)
Perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk menyiram bekas air kencing dengan air, menunjukkan bahwa air kencing itu najis.

Keempat :  Hadist Anas bin Malik :

عَنْ أَنس قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تَنَزَّهُوا مِنَ الْبَوْلِ ؛ فَإِنَّ عَامَّةَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَه
Dari Anas, bahwasanya ia berkata, bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alahi wassalam bersabda : “Bersihkan dari air kencing, karena sesungguhnya kebanyakan adzab kubur itu dari air kencing (yang tidak dibersihkan)“ (HR. Daruquthni) [3] 

II. Hukum Berobat Dengan Kencing Manusia
Setelah kita mengetahui bahwa air kencing manusia adalah najis berdasarkan dalil-dalil di atas, maka hukum berobat dengan air kencing manusia sama dengan hukum berobat dengan barang najis, boleh atau tidak? Para ulama berbeda pendapat :

Pendapat Pertama : Berobat dengan barang najis, termasuk di dalamnya air kencing manusia haram. Ini pendapat sebagian ulama Syafi’iyah. [4]
Dalil-dalilnya sebagai berikut :

 Pertama : Hadist Abu Darda’ , bahwasanya Rosulullah shallallahu a’laihi wasallam bersabda :

إنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلَا تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan obat, serta menyediakan obat bagi setiap penyakit, maka berobatlah, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram. “ (HR. Abu Daud)

Kedua : Hadist Abu Hurairah radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الدَّوَاءِ الْخَبِيثِ
Rosulullah saw melarang untuk berobat dengan barang yang haram ". (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Ketiga :  Atsar Ibnu Mas’ud radiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata :

إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
 “Sesungguhnya Allah tidaklah menjadikan kesembuhan kamu di dalam sesuatu yang diharamkan.” (HR. Bukhari)

Pendapat Kedua : Dibolehkan berobat dengan kencing manusia, jika hal itu memang bisa menyembuhkan dan tidak ada obat mubah yang lainnya, serta dianjurkan oleh dokter muslim. Ini adalah pendapat sebagian ulama Hanafiyah[5], dan sebagian ulama Syafi’iyah. [6]
Berkata : Ibnu Nujaim al-Hanafi  :

وَهَذَا لِأَنَّ الْحُرْمَةُ سَاقِطَةٌ عِنْدَ الِاسْتِشْفَاءِ أَلَا تَرَى أَنَّ الْعَطْشَانَ يَجُوزُ له شُرْبُ الْخَمْرِ وَالْجَائِعُ يَحِلُّ له أَكْلُ الْمَيْتَةِ
“Dan ini, karena keharaman menjadi gugur ketika seseorang berobat (dalam keadaan darurat),  bukankah orang yang sangat haus dibolehkan minum khomr dan orang yang kelaparan dibolehkan untuk makan bangkai (dalam keadaan darurat). “  [7]

Ibnu Rusydi di dalam kitab al Bayan wa at Tahshil memberikan rincian, jika air kencing itu diminum, maka hal itu tidak dibolehkan, karena najis, tetapi jika dipakai untuk mengobati luka atau sakit luar (untuk obat luar), maka dibolehkan. Beliau juga mengatakan bahwa hukum berobat dengan air kencing ini lebih ringan daripada berobat dengan khomr, karena Allah menyebutkan di dalam Al Qur’an secara tegas dan jelas agar kita menjauhi khomr. Adapun kencing tidak disebutkan di dalam Al Qur’an, jadi hukumnya lebih ringan. [8]

Berkata Imam Nawawi :

وَأَمَّا التَّدَاوِى بِالنَّجَاسَاتِ غَيْرَ الْخَمْرِ فَهُوَ جَائِزٌ سَوَاءٌ فِيْهِ جَمِيْعُ النَّجَاسَاتِ غَيْرَ المُسْكِرِ هَذَا هُوَ الْمَذْهَبُ وَالْمَنْصُوْصُ وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ
          “Adapun berobat dengan sesuatu yang najis selain khomr, maka hal itu dibolehkan, dan berlaku bagi semua yang najis yang tidak memabukkan. Ini adalah pendapat yang dipilih madzhab (syafi’I) dan sudah tertulis serta diyakini oleh mayoritas (ulama syafi’iyah). “ [9]   
Imam Mawardi menjelaskan bahwa jika seseorang kehausan dan takut mati, tidak mendapatkan apa-apa kecuali air najis atau kencing, maka dibolehkan baginya untuk meminumnya, tetapi minum air najis lebih ringan dibanding minum air kencing, karena najisnya air itu berasal dari luar, sedangkan najisnya kencing, berasal dari dalam kencing itu sendiri( najis lidzatihi ) . Oleh karena itu dibolehkan juga berobat dengan air kencing, jika tidak ada obat yang suci. [10]

          Adapun dalil-dalil yang diungkapkan ulama Syafi’iyah adalah sebagai berikut :

Pertama : Firman Allah swt :
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“ Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Qs Al Baqarah : 173 )

Kedua :  hadist ‘Urayinin,  

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." ( HR Bukhari dan Muslim )

Ketiga : bahwa berobat itu dalam keadaan darurat, maka hukum berobat dengan air kencing manusia seperti hukum orang yang terpaksa makan bangkai, sehingga dibolehkan.
Keempat : bahwa makan racun hukum haram, tetapi berobat dengan racun sudah menjadi kebiasaan masyarakat, artinya obat yang diminum oleh masyarakat sebenarnya adalah racun, tetapi masyarakat biasa-biasa saja, tidak ada ulama yang mengingkarinya. Makanya, kalau minum obat banyak-banyak dan over dosis bisa menyebabkan kematian. Kalau berobat dengan racun ini saja boleh, tentunya dengan air kencingpun dibolehkan. [11] 

Kelima :  Kaidah Fiqh yang berbunyi:
الحَاجَةُ تُنزلُ مَنزلة الضّرُورَة
“ Kebutuhan itu dianggap sebagai sesuatu yang darurat “ [12]
  1. Dalam kasus berobat dengan air kencing manusia, barangkali dia sudah berobat kemana-mana tapi belum juga sembuh, jika berobat dengan air kencing manusia ini bisa dijadikan alternatif, maka hal itu dibolehkan.   
Kesimpulan :
           Setelah menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang hukum berobat dengan kencing manusia, kita mengetahui bahwa hal tersebut masih dalam katagori masalah khilafiyah. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim diharapkan tidak menggampangkan masalah seperti ini, kalau tidak benar-benar dalam keadaan darurat, maka lebih baik, tidak berobat dengan air kencing. Kita harus yakin bahwa yang menyembuhkan penyakit itu adalah Allah, maka carilah obat yang halal dan baik, Insya Allah, kesembuhan itu akan datang.





[1]  Nawawi, Al Majmu : 2/ 548
[2] Qurthubi, al-Jami li Ahkam al-Qur’an : 7/191
[3] Imam Daruquthni mengatakan bahwa yang benar dari  hadist ini adalah Mursal, tetapi dalam riwayat Abu Hurairah dan Ibnu Abbas sanadnya shohih ( Ibnu Hajar, at-Talkhis : 1/ 160, Abu Bakar Dinwari, al Mujalasah wa jawahir al Ilmi,  1/ 323 )
[4] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170, Nawawi, al Majmu’, 9/ 41 
[5]  Ibnu Abidin, Raddu al Muhtar, Beirut, Dar al Fikr, 2000 :  5/ 228
[6] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170, Nawawi, al Majmu’, 9/ 41 
[7] Ibnu Nujaim, al Bahru ar Raiq, Beirut, Dar al Ma’rifah  :  1/ 42 
[8] Ibnu Rusydi, al Bayan wa at Tahshil, Beirut, Dar al Gharb, 1988, cet-2 :  18/428  
[9]  Nawawi, al Majmu’, 9/ 54
[10] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 170.
[11] Mawardi, al Hawi al Kabir, 15/ 171
[12] Abdul Aziz Muhammad Azzam, al-Qawa’id al-Fiqhiyah, Kairo, Dar al-Hadist, 2005, hlm 164


sumber : http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/356/hukum-berobat-dengan-air-kencing-manusia/

Selasa, 20 November 2012

Banjir Durian Di Sintang

Foto Pedagang Buah Durian Di Pasar Inpres Sintang



Durian, buah yang digemari oleh hampir setiap orang ini tengah membanjiri Kabupaten Sintang. Durian yang memiliki rasa khas ini selalu dinanti setiap datang musimnya sekitar akhir tahun. Khusus di Kabupaten Sintang, buah berduri satu ini termasuk buah yang berkembang secara alami, bukan di budidayakan secara khusus.

Di Kabupaten Sintang, durian ini banyak didatangkan dari daerah pelosok kota, dengan harga yang bervariasi, saat ini perbuah dijual dengan kisaran Rp. 10.000,- bahkan jika dalam jumlah banyak dapat potongan harga hingga Rp. 5.000 - 7.000,- perbuah.

Foto Pembeli Sedang Memilih Buah Durian

Rabu, 14 November 2012

1 Muharram 1434 H/2012





Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Pengurus Masjid Al Qadri Darunnajah Sintang Kalimantan Barat, Mengucapkan Selamat  Tahun Baru Islam 1 Muharram 1434 Hijriyah, kita jadikan tahun ini sebagai momentum kebangkitan iman, iman yang terpuruk bahkan hilang dari hati umat muslim.

Dari sini lah kita perbaiki jika ingin kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa bahkan bernegara kita lebih baik. bangsa ini bangsa yang memiliki umat muslim terbanyak didunia, namun hanya kuantitas bukan kualitas iman muslim yang terbanyak. berhenti dengan berbangga diri  atas kuantitas, kita harus bangkit.

Bangkitkan bangsa ini dari krisis moral, krisis kesejahteran, krisis keadilan, krisis kepercayaan dan masih banyak lagi krisis yang lain yang sudah mengakar didalam keseharian kita. bangkitkan dengan iman yang teguh, akhlak mulia serta budi pekerti yang luhur.

Salam Maal Hijrah.

Minggu, 11 November 2012

Madu Terbaik Se-Asia Tenggara


Tak kalah dengan daerah lain di nusantara ini, Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Kapuas Hulu memiliki hasil alam yang patut dibanggakan. Madu adalah hasil alam yang sudah dikenal oleh warga setempat bahkan internasional, karena memiliki kualitas terbaik se-asia tenggara dan menempati urutan pertama bahkan urutan kedua setelah India di asia.

Madu asli kapuas hulu ini menjadi buah tangan bagi para wisatawan lokal maupun internasional yang datang ke kabupaten kapuas hulu dengan harga berkisar Rp. 130.000 / liter.

Madu Asli ini biasa didapat oleh para pencari lebah dengan mengambil langsung dari hutan dan sarang lebah tersebut letaknya pada dahan pohon yang cukup tinggi. madu ini juga langsung mereka kemas di wadah sederhana dengan cara yang masih tradisional.

Madu Yaman Terbaik Di Dunia







Madu Yaman adalah madu terbaik didunia dan sudah diakui kualitasnya. Madu Yaman memiliki banyak sekali jenis, tergantung pada musim. Karena bunga bervariasi, tergantung pada musim. Madu Yaman yang terbaik adalah madu dari Wadi Daw’an dan Wadi Jirdan. Wadi Daw’an, daerah di sekitar Hadramaut, merupakan daerah penghasil madu yang paling banyak dicari oleh konsumen. Di antara madu yaman yang terbaik adalah yang diambil dari lebah penghisap pohon Sidr atau bidara, pohon obat yang disebutkan di dalam AlQuran (surat Saba’: 15-16).
Bagi masyarakat Yaman, madu merupakan bawang merah karena menunjukkan status sosial. Madu Yaman dianggap penting utnuk kekuatan tubuh dan kesuburan sehingga sering dijadikan hantaran untuk pasangan yang baru menikah dan untuk anak-anak yang baru saja disunat. Madu oleh orang Yaman juga sering disajikan dalam bentuk hantaran menyambut tamu.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Mamary (2002), madu Yaman memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi dari pada madu yang dihasilkan dari negara lain. Selain kandungan antioksidan yang lebih tinggi, madu Yaman juga memiliki khasiat sebagai antibakteri, pembangkit gairah seks, mengatasi gangguan pada : hati, lambung, infeksi saluran pernafasan, penyakit akibat akibat kurang gizi, gangguan pencernaan, sembelit, panyakit pada mata, meningkatkan immunitas, luka akibat infeksi, bakar serta luka akibat operasi. Penelitian yang dilakukan oleh grup dari University of Ottawa menunjukkan bahwa madu Yaman mampu membunuh biofilm, bakteri yang terkenal tahan terhadap antinikroba yang paling kuat sekalipun.